Minggu, 13 April 2014

Jokowi, Adu Jotos, dan "Nona Belanda" di Lantai Dua



JAKARTA, KOMPAS.com — Sosok Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo selalu menarik untuk diperbincangkan. Segala sesuatu tentang Jokowi, dari ujung sepatu hingga ujung rambut yang beruban, pernah dibahas media.

Kompas.com menghimpun sejumlah cerita seputar Jokowi yang barangkali tak banyak diketahui orang. Cerita-cerita ini dituturkan sendiri oleh Jokowi atau orang-orang dekat di sekitarnya.


1. Jokowi pernah adu jotos 

Jika melihat sosok Jokowi saat ini yang pendiam, tidak banyak omong, kalem, dan sebagainya, siapa sangka ketika duduk di bangku SMP, Jokowi pernah adu jotos dengan rekan lantaran berebut bangku di lapangan dekat sekolahannya di Surakarta.

Jokowi menceritakan kisah ini kepada wartawan dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu.

Lantas, siapa pemenangnya? Sayangnya, tak ada yang menang atau kalah dalam adu jotos tersebut. Rekan-rekan Jokowi yang lainnya keburu melerai adu jotos sebelum pemenangnya muncul.

2. Nona Belanda 


Rumah dinas Gubernur DKI Jakarta di Jalan Taman Surapati Nomor 7, Menteng, Jakarta Pusat, punya kisah sendiri. Cerita beredar, ada "penghuni lain" di rumah itu.


Menurut sejumlah pengawal yang hampir tiap hari tinggal di rumah itu, taman belakang dekat kamar ajudan adalah titik yang paling "tidak nyaman" dari seluruh area rumah.


Jokowi sih mengaku tak pernah melihat langsung sosok "penghuni lain" di rumah itu. Namun, Iriana, istrinya, pernah didatangi sosok nona Belanda ketika tengah membaca Al Quran di lantai dua rumah itu.


Menurut Jokowi, jika istrinya ada di Jakarta dan beraktivtas di lantai dua, beberapa ajudan selalu menemani di lantai dua rumah.


"Kalau saya sih ndaklah. Tapi kadang-kadang sih iya (ditemani ajudan)," aku Jokowi.


3. Mengaku Sukowi


Tentu ingat dengan sepatu Jokowi yang setia menemaninya blusukan masuk keluar kampung, menerjang banjir hingga lumpur. Sepatu itu sempat mampir di blower AC agar lekas kering karena lepek terendam air.


Ada cerita menarik soal sepatu seharga Rp 100.000 tersebut. Kompas.com mendapatkan kisah ini dari orang dekat Jokowi dalam sebuah perbincangan ringan.


Pertengahan 2013 lalu sepatu Jokowi sebelumnya dinyatakan pensiun. Jokowi menggantinya dengan jenis nyaris sama. Warna coklat dan bersol putih.


Ceritanya, pada suatu malam Jokowi memutuskan membeli sepatu baru. Hal itu agak mengejutkan karena terkesan mendadak dan terburu-buru, mengingat saat itu menjelang pukul 00.00 WIB.


Di dalam mobil, Jokowi meminta para pengawal pribadinya untuk tidak dekat-dekat dengan dirinya saat ia membeli sepatu nanti. Ia menyuruh mereka untuk berada jauh dan membiarkannya membeli sepatu seorang diri.


Mobil pun sampai di sebuah toko sepatu di bilangan Kota Tua, Jakarta Barat. Layaknya pembeli biasa, Jokowi memilih sepatu yang diinginkannya. Rupanya, salah satu penjual mengenali Jokowi.


"Ini Pak Jokowi ya, atau KW duanya?" tanya penjual.


"Bukan ini Sukowi," jawab Jokowi.


Penjual ragu pria yang ada di depannya sebenarnya siapa. Namun, rombongan pembeli lain keburu mengenali Jokowi. Situasi tersebut berakhir dengan salaman dan foto bersama.


4. Tak pernah ganti baju? 


Banyak yang bertanya, apakah Jokowi tidak pernah ganti baju? Cukup beralasan. Mulai berangkat dari rumah dinas, beraktivitas di Balaikota, blusukan ke kampung-kampung, hingga pulang lagi ke rumahnya, hanya kemeja putih lengan panjang yang selalu melekat di tubuhnya.


Suatu ketika di Balaikota seusai Jokowi blusukan, pertanyaan itu terjawab. "Saya punya 14 setel yang kayak gitu. Ya masak cuci, kering, pake, cuci, kering, pake," ujar Jokowi.


Uniknya lagi, kemeja-kemeja tersebut tidaklah mahal dan dijahit oleh desainer terkemuka. Percaya enggak percaya, nilai kemeja itu tak lebih dari satu paket makanan di restoran cepat saji.


Bagaimana tidak, kain ia beli sendiri di pasar tradisional di Solo seharga Rp 25.000. Kemudian ditaruh di tukang jahit dengan ongkos Rp 17.000. "Tidak sampai Rp 40.000 kan?" ujarnya.


5. "Kung Kwong!"


Memang dasar lama tinggal di kampung dengan nuansa alam yang masih kental, Jokowi ingin menghadirkan suasana serupa di rumah dinas yang berhantu itu.


Caranya? Dia menaruh puluhan ekor kodok di kolam ikan taman belakang. Tiap hujan, baik siang maupun malam, suara kodok bersahutan menciptakan suasana desa yang asri serta sejuk, "Kung kwong, kung kwong, kung kwong."


"Kan bosan, setiap hari hanya dengar sepeda motor, mobil, bus, bajaj. Kalau setiap malam pulang kan jadi segar pikiran. Apalagi itu pas hujan, kung kwong, kung kwong," tiru Jokowi.


Menurutnya, ada sekitar 20 kodok di kolamnya. Ia berencana menambah binatang peliharaan itu agar suara yang dihasilkan semakin ramai. Ia telah mengutus staf rumah tangganya untuk mencari kodok serupa untuk menambah yang telah ada. "Nyuruh orang nyari, kita beli, masak saya cari sendiri," ujarnya


Apa yang di ajarkan Rasulullah SAW tentang akhlak kepada umatnya sudah banyak yang ada pada diri jokowi di antaranya: kasih sayang,kesederhanaan,kerendahan hati,kesabaran,ketabahan dll.


Berbagi: facebook
Berbagi: twitter

      Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi
Facebook: Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi
Twitter:    : Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi
Email       : Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi

Halaman: Tips Kesehatan
              :Arti Kehidupan 

Grup:       Forum Silaturahmi "NURUL HIKMAH" 
Kisah Hidup Jokowi

Masa kecil Jokowi bukanlah orang yang berkecukupan, bukanlah orang kaya. Ia anak tukang kayu, nama bapaknya Noto Mihardjo, hidupnya amat prihatin, dia besar di sekitar Bantaran Sungai. Ia tau bagaimana menjadi orang miskin dalam artian yang sebenarnya.
Bapaknya penjual kayu di pinggir jalan, sering juga menggotong kayu gergajian. Ia sering ke pasar, pasar tradisional dan berdagang apa saja waktu kecil. Ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana pedagang dikejar-kejar aparat, diusiri tanpa rasa kemanusiaan, pedagang ketakutan untuk berdagang. Ia prihatin, ia merasa sedih kenapa kota tak ramah pada manusia.
Sewaktu SD ia berdagang apa saja untuk dikumpulkan biaya sekolah, ia mandiri sejak kecil tak ingin menyusahkan bapaknya yang tukang kayu itu. Ia mengumpulkan uang receh demi receh dan ia celengi di tabungan ayam yang terbuat dari gerabah. Kadang ia juga mengojek payung, membantu ibu-ibu membawa belanjaan, ia jadi kuli panggul. Sejak kecil ia tau bagaimana susahnya menjadi rakyat, tapi disini ia menemukan sisi kegembiraannya.
Ia sekolah tidak dengan sepeda, tapi jalan kaki. Ia sering melihat suasana kota, di umur 12 tahun dia belajar menggergaji kayu, tangannya pernah terluka saat menggergaji, tapi ia senang dan ia gembira menjalani kehidupan itu, baginya “Luwih becik rengeng-rengeng dodol dawet, tinimbang numpak mercy mbrebes mili”. Keahliannya menggergaji kayu inilah yang kemudian membawanya ingin memahami ilmu tentang kayu.
Lalu ia berangkat ke Yogyakarta, ia diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, jurusan kehutanan. Ia pelajari dengan tekun struktur kayu dan bagaimana pemanfaatannya serta teknologinya. Di masa kuliah ia jalani dengan amat prihatin, karena tak ada biaya hidup yang cukup. Kuliahnya disambi dengan kerja sana sini untuk biaya makan, ia sampai lima kali indekost karena tak mampu biaya kost dan mencari yang lebih murah.
Hidup dengan prihatin membawanya pada situasi disiplin, Jokowi mampu menerjemahkan kehidupan prihatinnya lewat bahasa kemanusiaan, bahwa dalam kondisi susah orang akan menghargai tindakan-tindakan manusiawi, disinilah Jokowi belajar untuk rendah hati.
Setamat kuliah ia tetap menjadi tukang gergaji kayu, tapi ia sudah memiliki wawasan, ia melihat industri kayu berkembang pesat, ia mendalami mebel. Disini ia pertaruhkan segalanya, rumah kecil satu-satunya bapaknya ia jaminkan ke Bank. Dan ia berhasil, ia bukan saja tapi ia juga pengambil resiko yang cerdas, ia berhasil dari sebuah bengkel mebel dengan gedek disamping pasar yang kumuh berhasil dikembangkan. Ia menangis ketika pekerja-pekerjanya bisa makan.
Suatu saat ia kedatangan orang Jerman bernama Micl Romaknan, orang Jerman ini kebetulan tidak membawa grader (ahli nilai) kayu, ia ngobrol dengan Jokowi, kata orang Jerman itu : “Wah, di Jepara saya ketemu orang namanya Joko, baiklah kamu kunamakan saja Djokowi, kan mirip Djokovich” akhirnya terciptalah sebuah nickname Jokowi yang melegenda itu.
Perkembangan bisnisnya bagus, ia dipercaya kerna ia jujur, orang Jerman suka dengan orang yang jujur dan pekerja keras, Jokowi hanya tidur 3 jam sehari, selebihnya adalah kerja. Ia tak pernah makan uang dari memeras atau pungli, ia makan dari keringatnya sendiri. Dengan begitu hidupnya berkah. Jokowi berhasil mengekspor mebel puluhan kontainer dan ia berjalan-jalan di Eropa.
Tidak seperti kebanyakan orang Indonesia yang mengunjungi Eropa dengan cara hura-hura atau foto sana, foto sini tanpa memahami hakikat masyarakatnya. Jokowi di Eropa berpikir reflektif. “Kenapa kota-kota di Eropa, kok sangat manusiawi, sangat tinggi kualitasnya baik kualitas penghargaan terhadap ruang gerak masyarakat sampai dengan kualitas terhadap lingkungan” lama ia merenung ini, akhirnya ia menemukan jawabannya “Ruang Kota dibangun dengan Bahasa Kemanusiaan, Bahasa Kerja dan Bahasa Kejujuran”. Tiga cara itulah yang kemudian dikembangkan setelah ia menduduki jabatan di Solo.
Setelah sukses di bisnis, Jokowi berpikir “Bagaimana ia bisa berterima kasih pada bangsanya” lalu ia mendapatkan jawabannya, bahwa contoh terbaik untuk berterima kasih adalah menjadi pemimpin rakyat yang bertanggung jawab. Lalu ia masuk ke dalam dunia politik dengan seluruh rasa tanggung jawab. Pertanggung jawaban politiknya adalah pertanggungjawaban moral bukan karena ia mencari hidup dalam dunia politik, ia ikhlas dalam bekerja, baginya inilah cara berterima kasih pada bangsanya.
Ia masuk ke dalam dunia politik, awalnya tidak dipercaya, karena sosoknya lebih mirip tukang becak alun-alun kidul tinimbang seorang gagah yang hebat, dalam masyarakat kita, sosok dengan ‘bleger’ yang besar lebih diambil hati ketimbang orang dengan sosok kurus, ceking dan tak berwibawa itulah yang dialami Jokowi, tapi beruntung bagi Jokowi, saat itu masyarakat Solo sedang bosan dengan pemimpin lama yang itu itu saja, mereka mencoba sesuatu yang baru. Akhirnya Jokowi menang tipis.
Masyarakat mempercayainya dan ia menjawabnya dengan “Kerja” ia siang malam bekerja untuk kotanya, ia datangi tanpa lelah rakyatnya, ia resmikan gapura-gapura pinggir jalan, ia hadir pada selamatan-selamatan kecil, ia terus diundang bahkan untuk meresmikan pos ronda sebuah RW sekalipun. Ia bekerja dari akarnya sehingga ia mengerti anatomi masyarakat.
Suatu hari Jokowi didatangi Kepala Satpol PP. Kepala Satpol itu meminta pistol karena ada perintah pemberian senjata dari Mendagri. Jokowi meradang dan menggebrak meja “Gila apa aku menembaki rakyatku sendiri, memukuli rakyatku sendiri…keluar kamu…!!” kepala Satpol PP itupun dipecat dan diganti dengan seorang perempuan, pesan Jokowi pada kepala Satpol PP perempuan itu “Kerjalan dengan bahasa cinta, kerna itu yang diinginkan setiap orang terhadap dirinya, cinta akan membawa pertanggungjawaban, masyarakat akan disiplin sendiri jika ia sudah mengenal bagaimana ia mencintai dirinya, lingkungan dan Tuhan. Dari hal-hal inilah Jokowi membangun kota-nya, membangun Solo dengan bahasa cinta.


Apa yang di ajarkan Rasulullah SAW tentang akhlak kepada umatnya sudah banyak yang ada pada diri jokowi di antaranya: kasih sayang,kesederhanaan,kerendahan hati,kesabaran,ketabahan dll.


Berbagi: facebook
Berbagi: twitter

      Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi
Facebook: Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi
Twitter:    : Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi
Email       : Mohammad Taufiq Karangjati Ngawi

Halaman: Tips Kesehatan
              :Arti Kehidupan 

Grup:       Forum Silaturahmi "NURUL HIKMAH"